Pages

Labels

Mengenai Saya

Foto saya
Yogyakarta, D.I. Yogyakarta, Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 16 Desember 2015

Kaca Mata Ku - Peran Geodesi Dalam Batas Maritim



Batas wilayah yaitu garis khayal yang memisahkan dua atau lebih wilayah politik atau yurisdiksi seperti negara, negara bagian atau wilayah subnasional. Bicara mengenai batas suatu wilayah merupakan permasalahan yang sangat sensitif, karena dapat memicu terjadinya konflik. Hampir disetiap negara atau daerah sering terjadi konflik akibat persoalan perbatasan. Batas wilayah ada tiga yaitu batas darat, batas laut, dan batas udara.
Perbatasan yang terletak di darat suatu wilayah dapat ditandai dengan tanda-tanda buatan seperti patok atau tugu, dan dapat juga dengan tanda alamiah seperti sungai atau punggung bukit. Namun, untuk perbatasan wilayah di lautan lepas dan batas wilayah udara (penerbangan) masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang akurat dan identik seperti patok.
Wilayah laut mengandung sumber daya alam yang sangan melimpah, seperti ikan, aneka ragam hayati, minyak bumi dan mineral-mineral yang terkandung di dalam laut. Dan lagi sumber daya tersebut dapat dikonversi menjadi nilai ekonomi, maka batas laut antar negara menjadi sesuatu yang sensitif dan sering terjadi konflik, seperti batas laut antara Indonesia dan Malaysia yang sampai sekarang belum menemui kesepakatan.
Ketentuan cara menentukan garis batas suatu wilayah yaitu dengan penetapan titik pangkal di wilayah terluar suatu negara dan penarikan garis pangkal yang membatasi negara tersebut. Dalam hal ini, sangat erat hubungannya dengan ilmu geodesi dan geomatika. Ilmu geodesi digunakan untuk pengukuran titik kontrol geodesi (titik kontrol geodesi digunakan untuk penentuan posisi ketika akan dilakukan survei), survei batimetrik yang mana survei batimetrik ini dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi atau topografi, penentuan titik pangkal, konfigurasi garis pangkal, delimitasi batas maitim, dan penyajian koordinat garis batas dan visualisasi diatas peta.
Selain itu, hubungan ilmu geodesi dengan batas maritim ditunjukkan dengan adanya istilah-istilah yang erat kaitannya dengan geodesi yang muncul dalam perjanjian batas maritim, seperti koordinat, latitude, longitude, datum, chart dan sebagainya. Penggunaan peta laut juga menunjukkan keterkaitan geodesi dengan batas maritim, dimana peta laut menunjukkan penempatan titik-titik batas dan konfigurasi garis batas. Sehingga yang dipelajari dalam ilmu geodesi, seperti penentuan posisi, transformasi koordinat, transformasi datum, proyeksi peta, dan penyajian atau visualisi data melalui peta dapat digunakan dalam penentuan batas wilayah.
Dengan keahlian yang dimiliki tersebut, sangatlah jelas bahwa seorang geodet berandil besar dalam penentuan batas maritim. Untuk itu, dalam delegasi negara harus terdiri dari tim yang ahli dalam bidang geodesi dan geomatika, karena dengan itu maka suatu negara dihara pkan dapat memiliki klim yang terbaik berdasarkan hasil survei yang akan disepakati oleh negara yang berbatasan. Sehingga tercipta suatu kondisi dimana hubungan suatu negara dengan negara tetangga hidup saling berdampingan dengan damai, dalam hal ini tidak terjadi konflik.

Minggu, 06 Desember 2015

Review Jurnal "Keamanan Maritim Laut Cina Selatan : Tantangan dan Harapan"

REVIEW JURNAL BATAS MARITIM
“Keamanan Maritim Laut Cina Selatan : Tantangan dan Harapan”


Judul    : Keamanan Maritim Laut Cina Selatan : Tantangan dan Harapan
Penulis : Dadang Sobar Wirasuta
Tahun Publikasi : 2013
Sumber :

Jurnal ini membahas mengenai konflik Laut Cina Selatan yang memberikan implikasi munculnya masalah yang berkaitan dengan keamana maritim, kriminalitas terorganisasi lintas negara, bencana alam, kemanan energi, keamanan air, dan ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu kerja sama maritim regional antara ASEAN, Amerika Serikat, Australia, dan Republik Rakyat Cina untuk menjaga keamanan regional di Laut Cina Selatan.
Laut Cina Selatan merupakan kawasan yang memiliki potensi yang sangat besar. Kawasan ini memiliki aspek strategis yang mempengaruhi langsung maupun tidak langsung terhadap kawasan dan negara lainnya. Secara geografis, Laut Cina Selatan merupakan salah satu jalur perdagangan yang menghubungkan Samudra India dan samudra Pasifik. Wilayah yang strategis dan potensi sumber daya alam yang besar merupakan faktor atau alasan yang menyebabkan Laut Cina Selatan menjadi sengketa.
Wilayah Laut Cina Selatan terdiri dari beberapa pulau kecil yang tersebar luas. Pulau yang banyak terjadi tumpang tindih klaim beberapa negara yaitu pulau Paracel dan Spartly. Saling klaim antar negara yang berbatasan maritim dengan Laut Cina Selatan yaitu Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brune. Pihak yang bersengketa memiliki argumentasi masing-masing untuk memperkuat klaim kepemilikan atas kawasan yang disengketakan menurut versinya masing-masing seperti berikut :
-          Cina beranggapan bahwa Laut Cina Selatan masuk kedalam wilayah kedaulatannya. Cina berpedoman pada latar belakang sejarah kuno yang mengatakan bahwa Kepulauan Spratly dan Paracel ditemukan oleh seorang petualang Cina pada masa Dinasti Song. Oleh karena itu, pemerintah Cina menraik garis klaim yang masuk dalam wilayahnya, termasuk Kepulauan Spratly dan Paracel. Garis batas tersebut berbentuk ‘U’ yang sering disebut dengan “Nine Doted Line”. Hal tersebut jelas mendapat tantangan dari negara-negara yang juga mengklaim Kepulauan Spratly dan Paracel, seperti Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan, dan Brunei. Dilihat dari segi hukum Internasional, garis klaim cina “ Nine Doted Line” bertentangan dengan ketentuan UNCLOS 1982. Protes terhadap Cina tentang garis batas tersebut tidak hanya datang dari negara yang mengklaim Kepulauan Spratly dan Paracel, seperti Indonesia yang melakukan protes karena garis tersebut masuk dalam wilayah ZEE dan landas kontinen RI di wilayah Kepulauan Natuna.

-          Filipina mengklaim Spartly ketika seorang nelayan Filipina menemukan beberapa pulau disekitar Filipina. Pulau tersebut diberi nama Freedom Land atau pulau Kalayan. Filipina menganggap Pulau Kayalan dan beberapa pulau disekitar wilayah yang tak dimiliki oleh siapapun. Tahun 1978, presiden Filipina mendatangani sebuah dekrit yang berisi pengakuan atas gugusan Kepulauan Kalayan.

-          Vietnam mengklaim kepulauan Spratly dan Paracel berdasarkan sejarah. Pada abad ke-15, masyarakat Vietnam telah melakukan kegiatan ekonomi di kedua pulau tersebut dibawah kekuasaan kaisar Thanh Tong. Selain itu, berdasarkan ensiklopedia kuno berisi tentang pejelasan secara rinci tentang wilayah kedaulatan Vietnam dan pulau Paracel yang disebut Bau Cat Vang (Partai Pasir Emas) dan juga menjelaskan letaknya Pulau Paracel secara lebih detail dengan kisaran luasnya.  Selain fakta sejarah, dipulau Paracel juga terdapat bangunan yang dibangun oleh kaisar Minh Mang tahun 1833.

-          Klaim Malaysia berdasarkan prinsip landas kontinen. Keseriusan Malaysia dalam mengklaim Kepulauan Spratly ditandai dengan survei perairan di sekitar pulau Amboya Cay. Tanda keseriusan itu untuk mengekplorasi dan mengekploitasi sumber daya alam dikawasan tersebut.

-          Brunei tidak mengklaim pulau-pulau, tetapi mengklaim Lousia Reef salah satu pulau karang di Selatan Spratly sebagai bagian dari landas kontinen dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

Aspek letak geografis dan potensi sumber daya alam yang melimpah merupakan faktor penting terjadinya sengketa dan konflik antar negara di sekitar Laut Cina Selatan. Beberapa upaya perdamaian sudah dilakukan, seperti dibuatnya DOC (Declaration On The Conduct of Parties in The SouthChina Sea) antara ASEAN dan Cina pada 4 November 2002 untuk menyelesaikan sengketa tanpa ancaman atau penggunaan senjata. November 2012 dibentuk working group untuk membahas kode etik (Code of Conduct) yang disebut 1st WG ASEAN SOM or COC. Perjanjian bilateral antara Cina dan Vietnam pada oktober 2011 tentang Principles for Resolving Maritime Issues, serta upaya-upaya lain melalui pendekatan bilateral.
Konflik Laut Cina Selatan sangat rumit dan kompleks. Kompleksitas sengketa melibatkan banyak negara dan banyak kepentingan sengketa dari berbagai arah, karena adanya tumpang tindih klaim masing-masing negara dalam satu kawasan yang sama menyulitkan solusi tunggal misalnya pada titik yang sama, Cina-Vietnam-Malaysia, masing-masing negara berhadapan satu sama lain. Sengketa Laut Cina Selatan menjadi suatu masalah, dilema dan tantangan yang berkaitan dengan keamanan perdamaian internasional, keadilan, kebebasan, tatanan, keamanan maritim dan pembangunan progresif dapat di klarifikasikan ke dalam diplomasi militer, keamanan maritim, strategis militer dan sosio ekonomi.
Kawasan maritim dan globalisasi mempunyai korelasi langsung yang dihadapkan pada kelancaran arus barang dan jasa serta didukung oleh arus informasi yang sangat menuntut terjaminnya keamanan maritime.Sebab lebih dari 95 persen arus perdagangan dunia menggunakan domain maritim, sehingga setiap stake holders kepentingan maritim, baik aktor negara maupun non negara dituntut untuk mengembangkan Maritime Domain
Awareness
(MDA) guna menjamin keamanan maritim.
Menghadapi tantangan keamanan maritim di kawasan Asia Pasifik, Indonesia mempunyai posisi utama untuk menjadi penyeimbang diantara kekuatan-kekuatan besar yang bersaing di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Indonesia perlu pembangunan kekuatan maritim dengan membentuk dua armada baru untuk mendukung dua armada yang sudah ada, Armabar dan Armatim. Sebagai ilustrasi, maka armada pertama adalah Armada Selatan yang berkonsentrasi pada pembangunan kemampuan pertahanan laut dan udara sepanjang sesi ZEE Selatan Indonesia di kawasan Samudra Hindia. Sementara Armada kedua adalah Armada Utara yang harus mampu berkonsentrasi pada pembangunan kekuatan laut dan udara sepanjang sesi ZEE Utara yakni kawasan Samudra Pasifik.
Untuk menghadapi tantangan keamanan maritim yang berkembang di Laut Cina Selatan, kerangka ASEAN adalah solusi masalah lewat jalur politik dan diplomatik, karena komitmen ASEAN yaitu ingin menghasilkan pedoman yang mengikat negara yang saling mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan agar semua masalah bisa dikelola dengan baik dan tidak memunculkan masalah yang tidak dikehendaki. Selain itu, sangat diperlukan kerja sama TNI AL dengan Angkatan Laut negara-negara ASEAN, semata-mata demi menciptakan hubungan antar negara tetangga yang stabil dan seimbang untuk menciptakan kondisi yang kondusif di Laut Cina Selatan dan kawasan Asia Pasifik, serta tidak bertujuan membentuk aliansi kekuatan. Untuk kepentingan bersama, Regional Maritime Partnership dan kerjasama multilateral Angkatan Laut ASEAN diharapkan dapat menjadi stabilitas keamanan kawasan Laut Cina Selatan.